Jumat, 26 September 2014

CERPEN

MAAFKAN AKU

Matahari mulai terbit dari timur, terlihat orang-orang sudah mulai beraktivitas. “Kania, ayo nak berangkat ke kampus, kasian nak Raya udah nunggu di luar sejak tadi” teriak ibu Kania dari dapur. “Iya Bu, ini Kania juga udah selesai siap-siap, Kania berangkat dulu ya Bu” sahut Kania sembari keluar kamar untuk menemui Raya.
“Huh kamu lama banget sih kamu, bete tau yang nungguin” omel Raya saat Kania sudah ada di hadapannya. “Sorry deh Ray tadi alarmku mati, udah lah daripada telat, kita berangkat sekarang aja deh” ujar Kania karena takut kena omel Raya lagi.
Ahkirnya Raya dan Kania pun segera memasuki mobil Raya untuk menuju ke kampus. “Stoppp, Ray kamu bisa parkir mobil sendiri kan? Soalnya aku mau ketemuan nih ma Edo” ujar Kania sesampainya di depan kampus. “Huh, ya udah deh daripada nanti aku lagi yang kena omel pacar kamu mending sekarang kamu turun deh” balas Raya sembari menghentikan mobilnya. “Thank you ya Ray” teriak Kania sembari meloncat turun dari mobil.
Raya termasuk gadis yang sangat sabar untuk menghadapi Kania, buktinya Ia dan Kania sudah bersahabat hampir 7 tahun. Raya segera memarkir mobilnya karena Ia tak ingin terlambat untuk mengikuti mata kuliah hari itu.
Sesampainya di kelas, Kania segera menyambut dengan gembira. “Rayaaa, pulang dari kampus kita ke cafe dulu yuk, ada yang mau aku omongin nih!!!” teriak Kania sambil lari menghambur ke pelukan Raya seperti orang kesetanan. “Ishhh apaan sih kamu, baru juga ditinggal markirin mobil kamu udah kayak gini, gimana kalau ditinggal selamanya” teriak Raya sambil melepaskan pelukan Kania karena merasa jijik. “Ray, maksud kamu ngomong mau ninggalin aku selamanya tu apa sih?” kata Kania cemas. “Ehmm, silahkan ke posisi duduk masing-masing” ujar dosen mereka yang ternyata sudah berada di belakang mereka sejak tadi.
Ahkirnya jam kuliah pun usai. Dosen mereka hari itu juga sedang baik sehingga mereka tidak diberi tugas yang berlebihan. Raya pun mengabulkan permintaan Kania untuk ke kafe saat pulang kuliah karena ada hal yang ingin dibicarakannya juga.
Sesampainya di kafe Kania mulai angkat bicara, “Ray, aku ngajak kamu ke sini cuma mau kasih kamu ini” bisik Kania kecil dengan wajah datar. Raya pun membaca undangan itu. “Maaf, bukannya aku gak mau memperingati hari peringatan 7 tahun persahabatan kita, tapi pada tanggal itu aku dan keluargaku akan pergi ke Paris untuk berlibur” ujar Raya. “Kenapa kamu gak bilang sih?” ujar Kania sedikit emosi. “Karena kamu gak minta persetujuan aku dalam membuat undangan itu” ujar Raya lagi. Raya yang tidak mudah terbawa emosi berusaha untuk tetap sabar. “Terserah lah Ray, aku malas berurusan denganmu dan akan membatalkan acara itu” kata Kania sambil meninggalkan kafe. “Kan…ia” ucapan Raya terdengar sangat lemah untuk melawan Kania.
Dua hari adalah waktu yang sangat cepat untuk berlalu dan saatnya Raya beserta keluarganya berangkat ke Paris untuk liburan. “Nak, kok mau berangkat ke Paris gak pamit sama Kania dulu?” tanya Ibu Raya. “Kania marah sama Raya, tapi Raya janji akan pamit ke Kania kok ma, Raya sekarang ke rumah Kania dulu ya, nanti langsung ketemu di bandara aja ya ma” ujar Raya sambil berlalu pergi.
Sesampainya di rumah Kania ternyata Kania sedang pergi sehingga Raya hanya dapat menyisipkan memo. Karena waktu keberangkatan sudah mendesak, akhirnya Raya segera menuju ke bandara untuk berangkat ke Paris. Sesampainya di bandara, Raya beserta keluarganya langsung menuju ke dalam pesawat. Tetapi ternyata perjalanan Raya kali ini harus mengalami sebuah bencana yang merenggut nyawanya. Pesawat yang ditumpanggi Raya jatuh sehingga Raya meninggal dunia. Kania yang melihat tanyangan berita di televisi kaget saat mengetahui hal itu.
Pemakaman Raya berlangsung dengan lancar. Saat pemakaman telah selesai Kania bersikeras tidak mau meninggalkan nisan Raya. “Rayaaa, kenapa kamu pergi disaat hari peringatan 7 tahun persahabatan kita” teriak Kania di sela-sela tangisnya. Hati Kania sangat sakit dan pedih melihat kepergian Raya. “Kania sabar, semua ada waktunya, ikhlaskan kepergian Raya” suara kakak Raya lembut. “Aku gak terima kak, Raya sahabatku” Kania menangis lebih keras lagi. “Kania kalau kamu kaya gini Raya gak mungkin tenang, kakak mohon kamu ikhlaskan Raya” ujar kakak Raya yang ahkirnya ikut menangis. “Gak akan, aku sayang Raya, aku gakmau kehilangan dia, kehilangan Raya sama aja kehilangan separuh hidupku” kata Kania terus memberontak. “Kakak tau perasaanmu, kakak juga terpukul, sekarang kita pulang saja, kakak yakin kamu lelah” ujar kakak Raya berusaha menenangkan Kania. Ahkirnya Kania pun menyerah dan mau pulang ke rumah dengan membawa penyesalan yang dalam. “Raya, maafkan aku!!! Aku akan berusaha tuk mengikhlaskanmu!!! Aku sayang kamu Ray” teriak Kania diiringi isak tangis sesaat sebelum meninggalkan nisan Raya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar